Sabtu, 24 Juli 2010

multiple intelegence

BAB I
Multiple Intelligences

I.I. Tugas Intelijen adalah

Kemampuan dan kualitas kinerja intelijen ditentukan oleh kehandalan dan kualitas dari sistem pendidikan dan pelatihan yang merupakan wujud upaya untuk menjadikan seseorang cakap dan matang melalui pembekalan kemampuan profesional dan pemberian pengalaman secara sistematik.

I.2. Sosok Intelijen

Bagian terpenting dari rangkaian pembinaan sumber-daya manusia untuk menjadikan seseorang sisik intelijen dalam rajutan pembinaan pendidikan dan pembinaan karier atas tadi bermula pada tahapan awal, yaitu recruitment.
Kekeliruan pada tahapan awal ini akan berdampak panjang. Pencarian bibit (talent-scouting) menjadi pengalaman penting dari usaha recruitment. Dari sederet panjang tuntutan yang mutlak ada pada tiap calon rekrut ialah integritas pribadi, loyalitas dan kemampuan profesional (professional competence).
Integritas pribadi merefleksikan sosok seorang yang jujur, dapat dihandalkan, satu kata dengan perbuatan, memikiki keberanian moral, adil dan bijaksana. Kesemuanya mutlak diperlukan, mengingat pekerjaan intelijen akan lebih banyak dilaksanakan dengan mengandalkan pribadi demi pribadi. Pengetahuan, analisis, dan laporan dari seorang sosok intelijen akan sangat tergantung pada judgement dari pribadi yang bersangkutan. Dengan kata lain, keberanian mengambil keputusan pada saat-saat kritis yang terkait erat dengan integritas pribadi seseorang.
Loyalitas menjadi tuntutan mutlak yang kedua. Loyalitas, atau kesetiaan, mengandung keteguhan akan komitmen seseorang kepada misi yang diembannya, kepada etika profesinya, kepada organisasinya, dan terutama kepada bangsa dan negaranya, diatas segala-galanya tanpa pamrih. Sosok dan lembaga intelijen tidak boleh menyimpangkan kesetiaannya kepada kelompok atau golongan, atau kepentingan-kepentingan sempit di luar kepentingan nasional.



I.3. Kategori intelijen yang diusulkan oleh Howard Gardner adalah:

1. Kecerdasan linguistik
Adalah kecerdasan dalam mengolah kata. Ini merupakan kecerdasan para jurnalis, juru cerita, penyair, dan pengacara. Jenis kecerdasan inilah yang menghasilkan King Lear karya Shakespeare, Odysey karya Homeros, dan Kisah Seribu Satu Malam dari Arab. Orang yang cerdas dalam bidang ini dapat berargumentasi, meyakinkan orang, menghibur, atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata yang diucapkannya. Mereka senang bermain-main dengan bunyi bahasa melalui teka-teki kata, permainan kata (pun), dan tongue twister. Kadang-kadang mereka pun mahir dalam hal-hal kecil, sebab mereka mampu mengingat berbagai fakta. Bisa jadi mereka adalah ahli sastra. Mereka gemar sekali membaca, dapat menulis dengan jelas, dan dapat mengartikan bahasa tulisan secara jelas.

2. Kecerdasan logis-matematis
Adalah kecerdasan dalam hal angka dan logika. Ini merupakan kecerdasan para ilmuwan, akuntan, dan pemrogram komputer. Newton menggunakan jenis kecerdasan ini ketika ia menemukan kalkulus. Demikian pula Einstein ketika ia menyusun teori relativitasnya. Ciri-ciri orang yang cerdas secara logis-matematis mencakup kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual atau pola numerik, dan pandangan hidupnya umumnya bersifat rasional.

3. Kecerdasan spasial
Adalah kecerdasan yang mencakup kemampuan berpikir dalam gambar, serta kemapuan untuk mencerap, mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual-spasial. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan para arsitek, fotografer, artis, pilot, dan insinyur mesin. Siapa pun yang merancang piramida di Mesir, pasti mempunyai kecerdasan ini. Demikian pula dengan tokoh-tokoh seperti Thomas Edison, Pablo Picasso, dan Ansel Adams. Orang dengan tingkat kecerdasan spasial yang tinggi hampir selalu mempunyai kepekaan yang tajam terhadap detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup, melukis atau membuat sketsa ide secara jelas, serta dengan mudah menyesuaikan orientasi dalam ruang tiga dimensi.




4. Kecerdasan musikal
Adalah kecerdasan yang ditandai dengan kemampuan untuk mencerap, menghargai, dan menciptakan irama dan melodi. Bach, Beethoven, atau Brams, dan juga pemain gamelan Bali atau penyanyi cerita epik Yugoslavia, semuanya mempunyai kecerdasan ini. Kecerdasan musikal juga dimiliki oleh orang yang peka nada, dapat menyanyikan lagu dengan tepat, dapat mengikuti irama musik, dan yang mendengarkan berbagai karya musik dengan tingkat ketajaman tertentu.

5. Kecerdasan kinestetik-jasmani
Adalah kecerdasan fisik, yang mencakup bakat dalam mengendalikan gerak tubuh, dan keterampilan dalam menangani benda. Atlet, pengrajin, montir, dan ahli bedah mempunyai kecerdasan kinestetik-jasmani tingkat tinggi. Demikian pula Charlie Chaplin, yang memanfaatkan kecerdasan ini untuk melakukan gerakan tap dance sebagai “Little Tramp”. Orang dengan kecerdasan fisik memiliki keterampilan dalam menjahit, bertukang, atau merakit model. Mereka juga menikmati kegiatan fisik, seperti berjalan kaki, menari, berlari, berkemah, berenang, atau berperahu. Mereka adalah orang-orang yang cekatan, indra perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam, dan berminat atas segala sesuatu.

6. Kecerdasan antarpribadi
Adalah kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain. Kecerdasan ini terutama menuntut kemampuan untuk mencerap dan tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat, dan hasrat orang lain. Direktur sosial sebuah kapal pesiar harus mempunyai kecerdasan ini, sama halnya dengan pemimpin perusahaan besar. Seseorang yang mempunyai kecerdasan antarpribadi bisa mempunyai rasa belas kasihan dan tanggungjawab sosial yang besar seperti Mahatma Gandhi, atau bisa juga suka memanipulasi dan licik seperti Machiavelli. Namun mereka semua mempunyai kemampuan untuk memahami orang lain dan melihat dunia dari sudut pandang orang yang bersangkutan. Oleh karena itu, mereka dapat menjadi networker, perunding, dan guru yang ulung.

7. Kecerdasan intrapribadi
Adalah kecerdasan dalam diri sendiri. Orang yang kecerdasan intrapribadinya sangat baik dapat dengan mudah mengakses perasaannya sendiri, membedakan berbagai macam keadaan emosi, dan menggunakan pemahamannya sendiri untuk memperkaya dan membimbing hidupnya.



8. Kecerdasan naturalistik
Adalah kecerdasan yang berhubungan dengan alam: memelihara dan informasi yang terkait ke salah satu lingkungan alami. Jenis kecerdasan ini bukan bagian asli dari Gardner teori Multiple Intelligences, tapi ditambahkan di teorinya pada tahun 1997. Mereka yang itu dikatakan memiliki kepekaan yang lebih besar untuk alam dan tempat mereka di dalamnya, kemampuan untuk memelihara, dan lebih mudah dalam merawat, menjinakkan dan berinteraksi dengan hewan. Mereka mungkin juga dapat melihat perubahan dalam fluktuasi cuaca atau serupa dalam lingkungan alam mereka. Mereka juga pandai mengenali dan mengklasifikasi spesies yang berbeda. Mereka harus menghubungkan pengalaman baru dengan pengetahuan sebelum benar-benar belajar sesuatu yang baru. Tipe “Naturalis” belajar paling baik jika subjek melibatkan pengumpulan dan analisis, atau terkait erat dengan sesuatu yang menonjol di alam, mereka tidak menikmati belajar tanpa koneksi dengan alam. Tipe naturalistik lebih banyak belajar melalui berada di luar rumah atau di jalan (kinestetik). Teori di balik kecerdasan ini sering dikritik, sangat mirip dengan spiritual atau kecerdasan eksistensial, seperti yang dilihat oleh banyak orang sebagai tidak menunjukkan intelijen melainkan minat. Namun, hal itu tetap merupakan kecerdasan yang sangat diperlukan bagi manusia yang hidup hampir seluruhnya dari alam seperti beberapa penduduk pribumi.

9. Kecerdasan eksistensial
Adalah kecerdasan yang berhubungan dengan proses penciptaan kehidupan. Kecerdasan yang menjawab keberadaan makhluk hidup di dunia, dan bagaimana terjadi proses kehidupan. Kecerdasan ini sering dikaitkan dengan teologi.












BAB II
PENERAPAN TEORI MULTIPLE INTELLIGENCES

2.1. PENERAPAN TEORI MULTIPLE INTELLIGENCES DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
Dalam kegiatan belajar mengaja terkadang terdapat sekelompok anak yang terlihat kurang memeperhatikan saat guru sedang menerangkan di depan kelas. Dalam permasalahan ini, ada kemungkinan bahwa kesalahan terletak pada gurunya. Guru mungkin tidak mengerti tentang konsep dan teori multiple intelligences (kecerdasan ganda) sehingga beliau memberikan model pengajaran yang monoton dan membosankan. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan dijelaskan tentang teori multiple intelligences (kecerdasan ganda) dan tips-tips yang menarik dan patut dicoba oleh para guru yang mungkin mengalami kesulitan di atas.
Pada awalnya, tindakan yang dilakukan guru tersebut mampu mengendalikan suasana. Namun seterusnya, tidak dapat lagi. Guru kemudian menggunakan cara yang lebih tegas dan keras untuk “memaksa” murid-muridnya memperhatikannya. Sikap seperti ini pada akhirnya akan menimbulkan perasaan ngeri oleh para murid kepada gurunya. Murid-murid kemudian akan bersifat apatis dan skeptis dengan pelajaran matematika. Mereka membenci pelajaran ini dan pada saat mereka lulus, mereka merasa tidak mendapat apa-apa. Jika ditilik dari sudut pandang siswa, ini sangat merugikan karena mereka telah membuang banyak waktu, tenaga, dan uang yang tidak sedikit jumlahnya. Kini timbul pertanyaan, “Bagaimana cara mencegah terjadinya hal seperti ilustrasi di atas?” Jawabannya adalah dengan pengenalan teori multiple intelligences kepada para guru (pendidik). Sebagian besar dari para guru -termasuk kita- belum mengetahui apa itu multiple intelligences. Mereka masih terpancang pada suatu ideologi kuno yang sayangnya kurang tepat mengenai kecerdasan, yaitu IQ (intelegent quotient). Mereka percaya bahwa IQ merupakan salah satu ukuran terpenting dalam menentukan tingkat kecerdasan (intelejensia) manusia, kesuksesan hidup seseorang di masa depan, serta pandangan sempit yang menyatakan bahwa pelajaran matematika hanya dapat dikuasai oleh orang yang ber-IQ sundhul langit. Anggapan salah ini menyebabkan guru beranggapan bahwa siswa yang tidak mau atau tidak mampu mengikuti pelajaran matematika adalah mereka yang tidak bisa dari sana-nya. Mereka adalah kaum minoritas yang dianggap “inferior” dan kelak akan tersisihkan dalam kehidupan masyarakat. Benarkah matematika hanya diciptakan dan ditujukan kepada mereka yang ber-IQ tinggi? Tentu saja tidak. Matematika sebagaimana ilmu sains lainnya ditujukan untuk seluruh umat manusia agar umat manusia tersebut dapat hidup dengan lebih baik. Lalu bagaimana dengan anggapan yang ber-IQ tinggi akan sukses dan yang sebaliknya akan tersisihkan? Anggapan ini juga tidak benar. Semua orang memiliki hak yang sama satu sama lain. Oleh karena itu, sekarang telah disadari banyak orang bahwa selain IQ, ada faktor lain yang wajib diperhatikan, yaitu EQ (emotional quotient) dan SQ (spiritual quotient). Bahkan lebih jauh lagi, kecerdasan itu tidak tunggal, melainkan majemuk.

2.II. MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN MAJEMUK DI SEKOLAH
Teori kecerdasan majemuk adalah model yang sangat tepat untuk melihat kekuatan mengajar maupun untuk mempelajari wilayah-wilayah yang perlu diperbaiki. Mungkin kita akan menghindar jika dalam mengajar harus menggambar di papan tulis, atau enggan menggunakan bahan-bahan grafis saat presentasi karena kecerdasan spasial kita belum cukup dikembangkan dalam hidup. Atau mungkin kita cenderung pada strategi belajar kelompok atau kegiatan ekologis karena kita termasuk pendidik yang interpersonal atau naturalis.

2.3. FAKTOR YANG MENDORONG ATAU MENGHAMBAT PERKEMBANGAN KECERDASAN ANTARA LAIN :
1. Akses ke sumber daya : maksudnya apabila keluarga tidak mampu membelikan siswa piano, atau alat musik lain maka kecerdasan musik tidak akan berkembang.
2. faktor historis kultural maksudnya apabila siswa memiliki kecenderungan pada matematika banyak mendapat subsidi maka kemungkinan kecerdasan matematika logis akan berkembang.
3. faktor geografis maksudnya apabila siswa dibesarkan di lingkungan pertanian akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan naturalis atau kinestetis jasmani dibandingkan siswa yang tinggal di apartemen atau kota-kota besar.
4. faktor keluarga maksudnya bila siswa kecenderungan ingin menjadi seniman, terus dipaksakan oleh orang tua menjadi ahli hukum maka akan mendorong perkembangan kecerdasan linguistik tetapi menghambat kemajuan kecerdasan spasia








BAB III
PENUTUP



























"Ada resiko yg tidak bisa kita hindari jika kita melangkah,akan tetapi lebih berisiko lagi kalau kita tdk melangkah kemana pun."
a pun."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar